NAMA :SUGIANTO
NPM :19111161
KELAS :1KA41
TUGAS
ISD BAB 10 AGAMA
DAN MASYARAKAT
v
PENGERTIAN AGAMA
Agama
berasal dari bahasa sansekerta “agama” yang berarti tradisi sedangkan dari kata
lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin
dan berakar pada kata kerja re-ligare yang
berarti mengikat kembali, yang maksudnya adalah dengan berreligi seseorang
mengikat dirinya dengan Tuhan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia agama
merupakan system atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan.
Ø
Kaitan agama dengan masyarakat banyak
dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur
nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan
hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan
kesadaran akan maut menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasuf.
Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi
tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan
agama dengan masyarakat, dimana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada
tindakan sosial, dan individu dengan masyarkat seharusnyalah tidak bersifat
antagonis.
Membicarakan peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua
hal yang hubungannya sangat erat, memiliki aspek-aspek yang terpelihara yaitu
pengaruh dari cita-cita agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari
kelas sosial dan grup sosial, perseorangan dan kolektivitas, dan mencakup
kebiasaan dan cara semua unsur asing agama diwarnainya. Yang lainnya juga
menyangkut organisasi dan fungsi dari lembaga agama sehingga agama dan
masyarakat itu berwujud kolektivitas ekspresi nilai-nilai kemanusiaan yang
mempunyai seperangkat arti mencakup perilaku sebagai pegangan individu (way of life) dengan kepercayaan dan
taat kepada agamanya.
Karena latar belakang sosial yang berbeda dari masyarakat agama,
maka masyarakat akan memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula. Kebutuhan dan
pandangan kelompok terhada prinsip keagamaan berbeda-beda, kadang kala
kepentingannya dapat tercermin atau tidak sama sekali. Karena itu kebhinekaan
kelompok dalam masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis kebutuhan
keagamaan. Timbul hubungan dua arah, tidak hanya kondisi sosial saja yang
menyebabkan lahir dan menyebarkan ide serta nilai-nila, tetapi bila ide dan
nilai itu telah terlembaga, maka akan mempengaruhi tindakan manusia.
Dalam proses sosial, hubungan nilai dan tujuan masyarakat relatif
harus stabil dalam setiap momen. Bila terjadi perubahan dan pergantian bentuk
sosial serta kultural, hancurnya bentuk sosial dan kultural lama, masyarakat
dipengaruhi oleh berbagai perubahan sosial. Setiap kelompok berbeda dalam
kepekaan agama dan cara merasakan titik kritisnya. Dalam kepekaan agama berbeda
tentang makna, dan masing-masing kelompok akan menafsirkan sesuai dengan
kondisi yang dihadapinya. Demikian pula berbeda tingkatan merasakan “titik
kritis” dalam ketidak pastian, ketidakberdayaan dan kelangkaan untuk
masing-masing kelompok.
v
FUNGSI AGAMA .
Fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek yaitu kebudayaan,
sistem sosial dan kepribadian.
a.
Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks
fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia,
sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama dalam memelihara
sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan sebagai suatu sistem, dan
sejauh manakah agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan
fungsinya. Pertanyaan itu timbul sebab sejak dulu sampai saat ini, agama itu
masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
b.
Sebagai kerangka acuan penelitian empiris,
teori fungsional memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang
seimbang. Manusia mementaskan dan menolakan kegiatannya menurut norma yang
berlaku umum, peranan serta statusnya.
c.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan
pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sistem sosial yang
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta
bergaul satu dengan lainnya, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu
berdasarkan adat serta kelakuan, bersifat konkret terjadi di sekeliling. Dalam
hal ini kebudayaan menentukan situasi dan kondisi bertindak, mengatur dengan
sistem sosial berada dalam batasan sarana dan tujuan, yang dibenarkan dan yang
dilarang. Kemudian agama dengan referensi transendensi merupakan aspek penting
dalam fenomena kebudayaan sehingga timbul pertanyaan, apakah posisi lembaga
agama terhadap kebudayaan merupakan suatu sistem.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana masalah fungsional dalam
konteks teori fungsional kepribadian, dan sejauh mana agama mempertahankan
keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Kepribadian dalam hal ini merupakan
suatu dorongan, kebutuhan yang kompleks, kecenderungan, memberikan tanggapan
serta nilai dsb yang sistematis. Kepribadian sudah terpola melalui proses
belajar dan atas otonominya sendiri. Sebagai ilustrasi sistem kepribadian adalah
Id, Ego dan Superego yang ada dalam
situasi yang terstruktur secara sosial.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai
penyebab sosial yang dominan dalam terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama
dan termasuk konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang
menjawab kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai duniawi.
Tetapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi
transendental (istilah Talcott parsons).
Ø
Aksioma teori fungsional agama adalah,
segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya, karena agama
sejak dulu sampai saat ini masih ada, mempunyai fungsi, dan bahkan memerankan
sejumlah fungsi. Teori fungsionalis agama juga memandang kebutuhan “sesuatu
yang mentransendensikan pengalaman” (referensi
transendental) sebagai dasar dari karakteristik dasar eksistensi manusia
meliputi:
a.
Manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian; hal
penting bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada di luar jangkauannya.
b.
Kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan
mempengaruhi kondisi hidupnya terbatas, dan pada titik dasar tertentu kondisi
manusia dalam kaitan konflik antara keinginan dengan lingkungan ditandai oleh
ketidak berdayaan.
c.
Manusia harus hidup bermasyarakat dimana ada alokasi
yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran. Ini mencakup
pembagian kerja dan produk. Dalam hal ini tentu masyarakat diharuskan berada
dalam kondisi imperatif, yaitu ada suatu tingkat superordinasi dan subordinasi
dalam hubungan manusia. Kelangkaan ini menimbulkan perbedaan distribusi barang
dan nilai, dengan demikian menimbulkan deprivasi relatif.
Jadi seorang fungsionalis memandang agama
sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian,
ketidakberdayaan dan kelangakaan dan agama dipandang sebagai mekanisme
penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Ø
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai,
bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral. Dalam setiap masyarakat
sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan
hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
Ø
Fungsi agama dibidang sosial adalah fungsi
penentu, dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara
anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial
yang membantu mempersatukan mereka.
v Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada
komitmen agama. Dimensi agama, menurut Roland
Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman,
pengetahuan dan konsekuensi.
a.
Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau
harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu,
bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
b.
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan
memuja dan berbakti yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara
nyata.
c.
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa
semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius
pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif realitas
tertinggi, mampu berhubungan meskipun singkat dengan suatu perantara yang
supernatural.
d.
Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan,
bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang
ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan
tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e.
Dimensi konsekuensi dari komitmen religius
berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
v
MASYARAKAT-MASYARAKAT INDUSTRI SEKULAR
Masyarakat industri bercirikan dinamikan dan semakin berpengaruh
terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap
alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik,
tetapi yang penting adalah penyesuaian-penyesuaian dalam hubungan kemanusian
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama. Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat
semakin terbiasa menggunakan metodi empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi
dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas seiring dengan pengorbanan lingkungan yang sakral.
v
PELEMBAGAAN AGAMA
Agama begitu universal, permanen dan mengatur dalam kehidupan
sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Lembaga
agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi
dan struktur agama.
Dimensi ini mengidentifikasi pengaruh-pengaruh kepercayaan,
praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan di dalam kehidupan sehari-hari.
Terkandung makna ajara “kerja” dalam pengertian teologis.
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tida tipe,
meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1945).
A. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota
masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam
masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah salah. Agama menyusup ke dalam
kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
1. Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem
nilai masyarakat secara mutlak.
2. Dalam keadaan lembaga lain selain keluarga relatif belum
berkembang, agama jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan
dari masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini nilai-nilai agama sering
meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan.
B. Masyarakat Pra industri yang sedang Berkembang
Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada
perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama
memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini,
tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekular itu sedikit
banyaknya masih dapat dibedakan. Di lain pihak, agama tidak memberikan dukungan
sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan
terhadap adat istiadat, dan terkadang merupakan suatu sistem tingkah laku
tandingan terhadap sistem yang telah disahkan. Nilai-nilai keagamaan dalam
masyarakat menempatkan fokus utamanya pada pengintegrasian kaitan agama dengan
masyarkat.
Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus
semula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi, kemudian
menjadi organisasi keagamaan yang terlembaga. Muhamadiyah, sebuah organisasi
sosial Islam yang penting, dipelopori oleh Kiai
Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar.
Dari contoh sosial, lembaga keagamaan
berkembang sebagi pola ibadah, pola ide-ide, kententuan (keyakinan), dan tampil
sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi
pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat) dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya
“Perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat
dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan dsb. Agama menuju ke
pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam
berbagai corak organisasi keagamaan.
PENDAPAT:
Semua manusia di dunia ini pasti mempunyai
agama yang dipilih sendiri dan dianutnya masing – masing sesuai keyakinan dan
kepercayaannya oleh sebab itu kita sebagai warga negara yang memiliki keyakinan
kepada TUHAN YANG MAHA ESA harus bisa saling menghormati dan saling menghargai
keyakinan orang lain itulah yang di sebut rasa bertoleransi beragama. Trima
kasih.
Penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan, oleh
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi menyempurnakan makalah
ini sangatlah diharapkan.
Sumber:
http://furikurniati.webs.com
MKDU Ilmu Sosial Dasar, PENERBIT GUNADARMA
Dan dari berbagai sumber lainnya. Terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu apabila ada penambahan atau pengurangan saya mohon
maaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar